Koordinasi Dalam Organisasi

TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI DALAM

ORGANISASI PUBLIK/KEPEMERINTAHAN


A. LATAR BELAKANG

Organisasi dalam bentuk apapun esensinya terdiri dari sumber daya, proses manajemen dan tujuan organisasi. Seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi tersebut dimanfaatkan dalam proses manajemen secara terintegrasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Proses integrasi sumber daya maupun proses manajemen untuk mencapai tujuan organisasi tersebut disebut dengan proses koordinasi. Dengan demikian, koordinasi memiliki peran yang vital dalam memadukan seluruh sumber daya organisasi untuk pencapaian tujuan.

Semakin kompleks organisasi dan manajemen maka semakin kompleks juga proses koordinasi yang harus dilakukan. Bahkan, dalam konteks organisasi swasta (private institutions), koordinasi tidak hanya dilakukan dalam ruang lingkup satu negara tetapi juga lintas negara sebagaimana telah banyak dipraktekan oleh perusahaan-perusahaan multi-nasional. Dapat dibayangkan, betapa sulitnya proses manajemen sumber daya yang tersebar di berbagai negara tanpa adanya koordinasi. Tanpa koordinasi maka sumber daya yang tersebar tersebut tidak dapat dikelola secara efektif dan efisien.

Prinsip koordinasi juga harus terefleksikan dalam organisasi public/pemerintahan maupun organisasi kesewadayaan masyarakat. Dalam organisasi publik, sumber daya yang digunakan tidak sedikit. Untuk menunjang proses manajemen pembangunan di berbagai bidang termasuk bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya maka sumber daya baik keuangan negara maupun sumber daya manusia tidak sedikit. Bahkan, sebagian sumber daya finansial tersebut sebagian mungkin dipenuhi melalui hutang luar negeri. Dalam kondisi tersebut, apabila sumber daya tidak dimanfaatkan secara efektif dan efisien maka akan terjadi pemborosan sumber daya.

Namun dalam praktek administrasi negara di Indonesia seringkali koordinasi dianggap sebagai ”barang mahal”. Koordinasi mudah diucapkan tetapi sulit untuk dilaksanakan. Banyak sekali instansi yang memiliki kegiatan sejenis namun tidak terkoordinasi dengan baik. Masalah ini juga terjadi dalam hubungan antar unit dalam organisasi. Beberapa unit dalam satu organisasi memiliki kegiatan serupa tanpa bisa dikendalikan oleh pimpinan. Kondisi ini dapat semakin parah apabila tidak dikoordinasikan dari semenjak perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.

Secara umum, koordinasi merupakan “tali pengikat” dalam organisasi dan manajemen yang menghubungkan peran para actor dalam organisasi dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dan manajemen. Dengan kata lain, adanya koordinasi dapat menjamin pergerakan aktor organisasi ke arah tujuan bersama. Tanpa adanya koordinasi, semua pihak dalam organisasi dan manajemen akan bergerak sesuai dengan kepentingannya namun terlepas dari peran aktor lainnya dalam organisasi dan peran masing-masing aktor tersebut belum tentu untuk mencapai tujuan bersama.


B. KONTEKTUALITAS KOORDINASI DALAM SISTEM

PENYELENGGARAAN NEGARA RI

Koordinasi dalam system penyelenggaraan Negara dapat diaplikasikan dalam konteks kerjasama pemerintahan antar Negara, koordinasi antar lembaga tinggi Negara, koordinasi antara pusat dan daerah, koordinasi sektoral, koordinasi lintas daerah, koordinasi antar actor bernegara. Pola hubungan koordinatif pada dasarnya tercermin dalam struktur pemerintahan Negara dan hubungannya dengan lingkungan struktur tercebut (state structure environment). Untuk lebih jelasnya, masing-masing format koordinasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Koordinasi Lintas Negara

Koordinasi lintas Negara merupakan kerjasama pemerintahan antar Negara dalam mencapai tujuan tertentu. Lingkup Negara yang melakukan kerjasama dapat bersifat bilateral (kerjasama dua Negara) atau multilateral (kerjasama lebih dari dua Negara). Sedangkap lingkup objek yang dikerjasamakan dapat berupa bidang politik, ekonomi, social politik dan budaya. Dalam ranah administrasi Negara, pembahasan tentang kerjasama antar Negara tersebut masuk dalam bidang administrasi internasional. Bentuk kerjasama bilateral antara lain dapat dilihat dalam kerjasama sister-city (kota kembar antara salah satu kota di Indonesia dengan salah satu kota lainnya di luar negeri).

2. Koordinasi Antar Lembaga Negara

Dalam struktur pemerintahan RI terdiri dari beberapa lembaga Negara. Beberapa lembaga tersebut termasuk presiden, Mahkamah konstitusi, DPR, MPR, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan sebagainya. Antar lembaga tersebut dapat saling melakukan koordinasi dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Misalnya, Komisi Yudisial, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dapat saling berkoordinasi dalam meningkatkan kualitas penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia.

3. Koordinasi antara Pusat dan Daerah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan terdapat beberapa urusan yang menjadi tanggung jawab pusat termasuk urusan moneter, pertahanan keamanan, agama, peradilan. Sedangkan urusan-urusan lainnya didesentralisasikan. Namun demikian, walaupun urusan-urusan lainnya sudah didesentralisasikan tetapi dalam kerangka pembinaan serta pemaduan langkah antar daerah maka pemerintah pusat dapat melakukan koordinasi melalui instansi teknis. Misalnya: koordinasi pembangunan bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat.

4. Koordinasi Sektoral

Sektor-sektor pembangunan termasuk pembangunan politik, ekonomi,

social dan budaya walaupun sudah menjadi tanggung jawab beberapa instansi teknis terkait namun dalam kenyataannya dapat terdiri dari berbagai instansi yang begaram yang menangani sector yang sama. Beragam instansi tersebut apabila tidak saling berkoordinasi maka bisa jadi akan menghasilkan tumpang tindih peran dan pendanaan program pembangunan sehingga menyebabkan in-efesiensi dan misalokasi sumber daya finansial.

5.Koordinasi Lintas Daerah

Beberapa daerah juga dapat saling bersinggungan dalam urusan tertentu yang bersifat lintas daerah. Dalam keadaan tersebut maka koordinasi lintas daerah dapat berperan dalam menjamin efektivitas dan efesiensi penyelesaian urusan tersebut. Misalnya, dalam hal penyelesaian banjir di DKI Jakarta dimana tidak hanya merugikan warga DKI Jakarta tetapi juga warga daerah sekitar termasuk Bogor, Tanggerang dan Banten yang bekerja di Jakarta. Di samping itu, banjir di Jakarta bisa juga disebabkan oleh banjir kiriman dari wilayah sekitar, misalnya Bogor. Dalam keadaan tersebut adalah lebih mudah mengatasi banjir tersebut apabila dilakukan koordinasi antar daerah.

6. Koordinasi antar Aktor Bernegara

Dalam lingkup yang lebih luas dalam satu Negara, aktor pembangunan tidak hanya antar lembaga Negara tetapi juga antara lembaga Negara, swasta dan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan terjadi hubungan yang kontra-produktif antar actor tersebut dalam penyelenggaraan urusan tertentu. Dalam keadaan tersebut, koordinasi antar actor diperlukan sehingga peran antar actor tersebut dapat saling menguatkan dalam pencapaian tujuan bernegara.

Koordinasi dalam sistem penyelenggaraan Negara juga dapat dikelompokkan ke dalam meta-koordinasi, meso-koordinasi dan mikro- koordinasi.Meta-koordinasi adalah koordinasi yang dilakukan antara pemerintahan RI dengan pemerintahan dari Negara lain dan atau organisasi internasional (missal: World Bank, UNDP, IMF, Asian Development Bank/ADB dan sebagainya). Meta-koordinasi tersebut dapat dilakukan dalam konteks hubungan bilateral (dua Negara) maupun multilateral (berbagai Negara).

Meso-koordinasiadalah koordinasi yang dilakukan dalam konteks nasional dan atau regional dalam suatu Negara. Pada level nasional, koordinasi misalnya terjadi antara MenPAN, LAN dan BKN. Sedangkan pada tingkat regional, koordinasi misalnya terjadi antara satu pemerintahan daerah dengan pemerintahan daerah lainnya. Pada tingkat mikro-level, koordinasi dapat terjadi antar unit dalam organisasi. Misalnya koordinasi terjadi antara unit kelitbangan dengan unit keuangan dalam koordinasi pendanaan kegiatan litbang.


C. TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI

Terdapat beragam teknik koordinasi. Beberapa diantara teknik koordinasi yang dapat diaplikasikan dalam organisasi publik adalah teknik koordinasi dengan pendekatan proses manajemen, teknik koordinasi dengan pendekatan mekanisme pasar, teknik koordinasi dengan pendekatan organisasi, teknik koordinasi dengan pendekatan hubungan antar struktur dan teknik koordinasi dengan pendekatan partisipasi masyarakat.

1. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Proses Manajemen

Karena peranannya sebagai fungsi yang mengintegrasikan seluruh proses organisasi maka koordinasi perlu dilakukan dalam setiap tahapan proses manajemen. Hal ini diperlukan karena setiap tahapan proses manajemen tentu memerlukan keterpaduan peran para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, koordinasi dianggap sebagai salah satu kunci sukses dalam proses manajemen. Dengan kata lain, koordinasi merupakan esensi manajemen dan secara implisit terkandung dalam fungsi-fungsi manajemen. Teknik koordinasi dalam tahapan proses manajemen dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Koordinasi dalam Perencanaan.

Koordinasi dalam perencanaan merupakan upaya untuk mengintegrasikan berbagai perencanaan melalui diskusi yang saling menguntungkan, tukar pikiran. Contoh, koordinasi antara unit kelitbangan dan unit kesekretariatan untuk mengoptimalkan peran kelitbangan yang didukung kesekretariatan yang handal.

b. Koordinasi dalam Pengorganisasian. Koordinasi merupakan esensi

organisasi. Koordinasi dalam pengorganisasian sangat diperlukan manajemen antara lain dalam distribusi tugas. Misalnya, untuk kegiatan reformasi birokrasi dalam suatu instansi maka dibentuk satu tim reformasi yang bertugas menyusun konsep reformasi birokrasi. Dalam tim tersebut ditetapkan beberapa sub-tim yang diberi tugas untuk mempersiapkan konsep spesifik, misalnya: sub-tim keuangan, sub-tim sumber daya manusia, sub-tim grand-design dan sebagainya.

c.Koordinasi dalam staffing.

Dalam penempatan pegawai perlu dilakukan koordinasi untuk menjamin pegawai yang tepat di tempat yang tepat (the right man on the right place). Misalnya, untuk menghasilkan keputusan promosi jabatan pada beberapa jabatan tertentu maka dilakukan rapat Baperjakat yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur kesekretariatan khususnya kepegawaian.

d.Koordinasi dalam directing.

Efektivitas arahan, instruksi dan pedoman sangat bergantung pada harmonisasi atasan dan bawahan. Misalnya, dalam satu unit tertentu, pimpinan memberikan arahan ke mana unit tersebut diarahkan untuk mendukung tugas, pokok dan fungsi organisasi.

e. Koordinasi dalam pengawasan.

Koordinasi melalui pengawasan diperlukan untuk menjamin sigkronisasi antara kinerja aktual dengan kinerja yang distandarkan. Misalnya suatu organisasi berdasarkan rencana stratejiknya menetapkan beberapa performance indicators dari beberapa kegiatan yang dilakukan. Berdasarkan performance indicators tersebut dilakukan evaluasi triwulanan atau tahunan untuk mengevaluasi pencapaian kinerja tersebut.

Dengan demikian, koordinasi perlu dilakukan dalam setiap proses manajemen sebagai upaya mengintegrasikan upaya berbagai pemangku kepentingan dalam mencapai tujuan organisasi. Kalau langkah tersebut tidak dilakukan maka sangat sulit bagi para manajer untuk memastikan bahwa seluruh pemangku kepentingan dapat bekerjasama secara terpadu.


2. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Pasar

Koordinasi secara prinsip diturunkan dari teori organisasi. Dalam organisasi yang kompleks terdiri dari beberapa divisi tenaga kerja (division of labour). Masing-masing divisi tenaga kerja tersebut memiliki spesialisasi kompetensi dan bidang pekerjaan tertentu. Untuk memadukan berbagai divisi dan spesialisasi tersebut dalam pencapaian tujuan organisasi maka dilakukan koordinasi. Koordinasi dapat dilakukan dalam kerangka outward dan inward looking. Dalam kerangka outward looking, koordinasi dilakukan dalam arena lingkungan eksternal organisasi. Salah satu lingkungan yang sangat berpengaruh adalah lingkungan pasar (market).Instrumen koordinasi dalam pasar adalah harga (price). Melalui mekanisme harga ini seluruh stakeholder saling terhubungkan dalam suatu kegiatan ekonomi. Mekanisme ini juga sering disebut sebagai ”invisible hand” (tangan tidak terlihat). Melalui tangan tidak terlihat ini semua pihak diatur untuk menghasilkan kesepakatan harga dan kuantitas yang ditawarkan dan diminta


3. Teknik Koordinasi dengan pendekatan Organisasi

Secara organisatoris, koordinasi terjadi melalui mekanisme non-harga. Mekanisme koordinasi ini tidak terancang secara otomatis tetapi harus dirancang oleh pihak yang memiliki otoritas dalam organisasi. Mekanisme koordinasi tersebut menurut Mintzberg (1989) terdiri dari: 1) mutual adjustment; 2) direct supervision; 3) Standardization of work; 4) Standardization of output; 5) Standardization of skills; 6) standardization of norms.

1) Mutual Adjustment

Mutual adjustment merupakan mekanisme koordinasi dimana masing-

masing divisi/unit organisasi melakukan penyesuaian dalam memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan secara cair (fluid), tidak terlalu formal, tidak memerlukan komando serta tanpa ada hambatan birokrasi.

2) Direct supervision

Direct supervision merupakan mekanisme koordinasi dimana masing- masing divisi/unit organisasi disupervisi/diawasi/dikontrol secara ketat oleh atasannya dalam rangka memaksimalkan benefit/kesuksesan organisasi. Dalam hal ini proses koordinasi berjalan melalui mekanisme penetapan target, pengawasan pencapain target dan pelaporan pencapaian target . Koordinasi juga dilakukan secara bertingkat (atasan: supervisor dan bawahan: unit/divisi).


3) Standardization of work

Standardization of work merupakan mekanisme koordinasi dimana proses kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga proses kerja tersebut bersifat baku/standar. Standarisasi proses kerja tersebut biasanya dinamakan standard operating procedure (SOP). Melalui mekanisme ini proses kerja dapat dipercepat atau diperlambat sesuai dengan standar yang ditetapkan.

4) Standardization of output

Standardization of output merupakan mekanisme koordinasi dimana output kerja masing-masing divisi/unit organisasi dirancang sedemikian rupa sehingga output kerja tersebut bersifat baku/standar sesuai dengan harapan organisasi. Standarisasi output kerja tersebut biasanya biasanya tercermin dalam salah satu performance indicators (PIs). Yang tercermin dalam performance indicators ini biasanya bukan hanya output tetapi juga benefit dan impact dari suatu rancangan program/kegiatan.Melalui mekanisme ini semua divisi/unit dalam organisasi dituntut untuk berupaya mencapai output yang telah distandarkan. Pencapaian output standar tersebut biasanya dijadikan sebagai parameter keberhasilan/kegagalan suatu divisi/unit dalam organisasi.

5) Standardization of skills

Standardization of skills merupakan mekanisme koordinasi dimana skills kerja masing-masing divisi/unit organisasi terancang sedemikian rupa sehingga proses serta output kerja dapat dicapai atas kerjasama sistematis dalam satu kelompok skills tertentu. Karena skills yang dibutuhkan sudah standar maka hanya sumber daya yang memenuhi skills tersebut yang dapat terlibat dalam kegiatan organisasi ini.

6) Standardization of norms

Standardization of norms merupakan mekanisme koordinasi dimana prilaku kerja dari masing-masing individu terstandarkan dalam bentuk tata nilai, aturan dan lainnya sehingga misi organisasi dapat dicapai.


Keenam mekanisme koordinasi tersebut, namun demikian, belum tentu cocok diterapkan atau diaplikasikan pada semua jenis organisasi. Pada jenis organisasi tertentu terdapat mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi tersebut. Dilihat dari jenisnya serta tingkat kecocokan mekanisme koordinasi, organisasi dapat dikategorikan ke dalam: pertama, entrepreunerial organization (organisasi yang mewirausahakan), jenis organisasi seperti ini memiliki spirit kewirausahaan yang tinggi. Artinya, para pemangku kepentingan dalam organisasi tersebut sangat aktif membuka ruang terobosan serta menangkap peluang untuk kepentingan organisasi. Semangat perubahan ke arah kemajuan serta adanya fleksibilitas untuk bermanuever membuat organisasi jenis ini memiliki kapasitas yang memadai untuk mempercepat pertumbuhan organisasi (perpetuating organizational growth). Mekanisme koordinasi yang cocok dengan organisasi jenis ini adalah direct supervision (supervisi langsung). Untuk mencapai tujuan organisasi sumber daya manusia atau unit-unit dalam organisasi “dikawal” melalui supervisi langsung.

Contoh dari jenis organisasi ini adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Jenis organisasi ini diharapkan dapat memanfaatkan peluang usaha untuk menghasilkan profit. Misalnya, PTPN sebagai salah satu BUMN di bidang perkebunan memiliki peran stratrejik dalam mengembangkan usaha perkebunan yang menguntungkan.

Kedua, machine organization (organisasi mekanis), jenis organisasi ini cenderung memiliki perilaku organisasi yang mekanis. Pola interaksi dalam organisasi cenderung kaku sebagaimana pola interaksi antar komponen dalam mesin yang segala sesuatunya sudah teratur. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi yang cocok dengan jenis organisasi mekanis adalah standardization of work process (standarisasi proses kerja). Instrumen koordinasi melalui standarisasi proses kerja ini berarti standarisasi proses kerja sedemikian rupa sehingga proses kerja berlaku sama untuk semua jenis pekerjaan yang terkait. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin kualitas proses kerja agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Misalnya, organisasi yang bergerak dalam bidang pelayanan KTP (Kartu Tanda Penduduk) harus menggunakan instrumen koordinasi standarisasi proses kerja. Melalui instrumen ini, organisasi dapat menjamin pelayanan KTP dapat diberikan sesuai dengan kualitas yang distandarkan.

Ketiga, professional organization (organisasi profesi) yaitu organisasi yang dijadikan wadah kerjasama para professional pada bidang tertentu. Dari segi SDM, jenis organisasi ini terdiri dari para ahli (experts) bidang tertentu. Dari segi bidang keahlian, organisasi ini terspesialisasi pada bidang tertentu. Mekanisme koordinasi cenderung tidak dapat dilakukan melalui pola yang kaku, didiktekan, bersifat komando, tetapi didasarkan pada standardization of skills (standarisasi keahlian). Dengan kata lain, Keahlian yang terstandarisasi menjadi instrumen pengendalian dan pemaduan kegiatan para profesional tersebut.

Contoh organisasi profesi antara lain adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Organisasi ini terdiri dari para dokter (profesi dokter) yang saling menghimpunkan diri untuk menjaga integritas dan kualitas kedokteran di Indonesia. Aktivitas para dokter tersebut harus berpedoman pada standarisasi kehalian dokter berupa Kode Etik Kedokteran.

Keempat, Diversified Organization (Organisasi yang Terdiversifikasi), organisasi ini memiliki struktur yang terdiversifikasi ke dalam beragam unit, departementasi dan cabang. Keberagaman tersebut sangat sulit dijangkau (too long span of control) melalui mekanisme koordinasi standarisasi proses maupun supervisi langsung. Yang justru dapat secara efektif dan efisien dilakukan dalam organisasi jenis ini adalah koordinasi melalui standarisasi output. Metode proses pelaksanaan kegiatan diserahkan pada masing-masing unit sedangkan hasil/output dikendalikan secara terpusat. Dengan kata lain, pimpinan menetapkan standar output yang diharapkan sedangkan unit-unit pelaksana bertugas mewujudkan pencapaian standar output tersebut sebagai realisasi komitmen kontrak kinerja antara unit-unit pelaksana dengan pimpinan.

Kelima, inovative organization (organisasi yang inovatif). Bagi organisasi yang menekankan kegiatannya pada kegiatan inovasi maka organisasi tersebut lebih tepat berada pada iklim kerja yang memberi ruang untuk berkembangnya pemikiran-pemikiran serta produk-produk pemikiran yang justru mendobrak kemapanan sistem. Oleh karena itu, suasana yang kaku, terstandar, monoton tidak sesuai dengan tipe organisasi ini.


4. Teknik Koordinasi dengan Pendekatan Hubungan antar Struktur

Dilihat dari pola hubungan antar struktur khususnya dalam kegiatan pemerintahan maka koordinasi dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut(menurut SANRI,1997):

1) Koordinasi Hierarkhis (Koordinasi Vertikal);

Koordinasi Hierarkhis (Koordinasi Vertikal) adalah koordinasi dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi bawahannya. Koordinasi macam ini melekat pda setiap fungsi pimpinan seperti halnya fungsi-fungsi perencanaan, penggerak, pengorganisasian dan pengawasan.

Setiap pimpinan berkewajiban untuk mengkoordinasikan kegiatan bawahannya.

Contoh : - Kepala Biro terhadap Kepala Bagian dalam lingkungannya;

- Direktorat Jenderal terhadap Direktorat dalam lingkungannya;

2) Koordinasi Fungsional;

Koordinasi Fungsional adalah koordinasi yang dilakukan oleh seorang pejabat atau sesuatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya berkaitan berdasarkan azas fungsionalisasi.

Dalam koordinasi fungsional ini dapat dibedakan yaitu:

a. Koordinasi Fungsional Horizontal;

Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.

Contoh : Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan Kepala Badan dalam menyusun rencana di lingkungan Departemennya.

b. Koordinasi Fungsional Diagonal;

Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.

Contoh :

- Biro Keuangan pada Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan kegiatan-kegiatannya Bagian Keuangan dari Sekretariat Direktorat Jenderal dalam lingkungan Departemen yang bersangkutan.

- Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengkoordinasikan Biro-biro Kepegawaian pada Departemen atau instansi pemerintah lainnya dalam bidang Administrasi Kepegawaian.

c. Koordinasi Fungsional Teritorial;

Koordinasi ini dilakukan oleh seorang pejabat atau pimpinan atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lain yang berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu di mana semua urusan yang ada dalam wilayah tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawabnya selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal.

Contoh: - Administrasi Pelabuhan mengadakan koordinasi terhadap semua instansi atau perusahaan atau organisasi lain yang berada di wilayah pelabuhan tertentu.

-Koordinasi yang dilakukan oleh Pembina lokasi

transmigrasi yang belum diserahkan kepada Pemerintah

Daerah.


5. Teknik Koordinasi dengan pendekatan Partisipasi Masyarakat

Koordinasi juga dapat dilakukan antara pemerintah dan masyarakat melalui instrumen partisipasi masyarakat. Beberapa instrumen partisipasi yang dapat digunakan dalam koordinasi adalah komunikasi, konsultasi dan koproduksi. Namun demikian, ketiga bentuk partisipasi tersebut merupakan bentuk-bentuk partisipasi yang dapat dikategorikan dengan polatop-down. Untuk itu, bentuk partisipasi masyarakat yang otonom berdasarkan polabottom-up menjadi pelengkap instrumen koordinasi melalui partisipasi. Instrumen partisipasi dalam koordinasi tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.

Definisi dari keempat bentuk partisipasi tersebut adalah sebagai berikut:

• Komunikasi adalah informasi satu arah dari penyedia layanan ke

masyarakat.

• Ko-produksi adalah pelibatan pengguna layanan atau konsumen dalam

proses produksi layanan baik secara parsial maupun secara total.

• Konsultasi adalah dialog dua arah antara penyedia layanan dan masyarakat

• Komunikasi adalah informasi satu arah dari penyedia layanan ke

masyarakat

• Partisipasi Otonom adalah partisipasi yang lahir dari pengorbanan dan kesukarelaan masyarakat untuk terlibat langsung dalam memperjuangkan hak-hak mereka



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management